About Me

My photo
Asal: Kelecung City,Tegalmengkeb Square, Selemadeg Timur, Kab. Tabanan-Bali " Do the best and God will do the rest"

Thursday, February 7, 2008

MEMUPUK NASIONALISME

Suatu hari penulis sempat berbincang-bincang dengan seorang veteran di sebuah kantor post di Tabanan. Mantan pejuang tersebut merasa sedih karena akhir-akhir ini rasa nasionalisme dirasakan semakin memudar di republik ini. Menurutnya, perayaan-perayaan peristiwa sejarah terasa kurang gregetnya. Banyak anak sekolah tidak fasih, bahkan tidak hafal, dengan lagu kebangsaan kita. Ketika mengikuti apel peristiwa sejarah, misalnya Hari Pahlawan, banyak peserta apel yang melakukan kegiatan mengheningkan dengan cipta setengah hati. Di samping itu, cukup banyak generasi muda kita yang kurang bangga terhadap bendera kebangsaan dan bahasa Indonesia. Dan, yang paling menyedihkan, ada kecenderungan generasi muda kita lebih bangga menjadi anak daerah atau anak suku daripada menjadi anak Indonesia.

Kesedihan seorang veteran tersebut bisa jadi menjadi kesedihan bangsa dan negara kita pada masa yang akan datang jika tidak segera dicarikan solusinya. Sebab, fanatisme suku atau golongan yang berlebihan pada generasi penerus bangsa kita, merupakan ancaman yang cukup serius dan mengkhawatirkan bagi kekokohan negara kesatuan republik Indonesia. Apabila nasionalisme semakin memudar, letupan-letupan akan muncul di berbagai daerah.

Para pendiri republik ini telah menorehkan tinta emas untuk anak-anak dan cucu-cucu kita. Mereka berhasil membangun semangat nasionalisme walaupun mereka terdiri atas cukup banyak suku bangsa. Dengan terbentuknya nasionalisme pada hati sanubari setiap suku bangsa di bumi persada nusantara, mereka akhirnya bangkit semangat patriotismenya. Mereka bersatu padu berjuang untuk melenyapkan penjajah sampai titik darah penghabisan.

Nasionalisme dan patriotisme akhirnya bersemi subur di negeri yang berbhineka tunggal ika. Itu sangat terasa sebelum Indonesia merdeka hingga era awal-awal kemerdekaan Indonesia. Kemudian, torehan tinta emas para pendiri repulik ini berhasil dipupuk terus sehingga tetap subur ketika sistem pemerintahan negara kita masih sentralistik.

Namun, belakangan setelah otonomi daerah diberlakukan, nasionalisme dirasakan kian memudar. Memang otonomi daerah telah memberikan kemajuan dan sejumlah harapan baru bagi bangsa kita ke depan. Namun, di sisi lain—berkenaan dengan semangat kebangsaan—memberikan implikasi yang tidak baik bagi anak-anak generasi muda kita. Apabila dibiarkan, kemungkinan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup negara kesatuan Republik Indonesia.

Taman Bhineka

Bung Karno sering mengungkapkan bahwa masa depan bangsa dan negara kita terletak di pundak anak cucu kita. Sebab merekalah yang akan menakhodai “kapal” Indonesia kelak. Untuk itu, mereka perlu diberikan ruang yang kondusif bagi bangkitnya semangat kebangsaannya. Sejak kecil mereka perlu diberikan ruang dan waktu yang cukup untuk bermain dan bersosialisasi dalam lingkungan (taman) yang berbhineka tunggal ika.

Pertama, anak-anak dimotivasi untuk bersosialisai dengan teman-temannya yang berbeda suku di lingkungan sekolahnya. Dalam konteks ini, guru hendaknya memposisikan diri sebagai motivator, fasilitator, dan mediator.

Kedua, anak-anak hendaknya dibiasakan melihat perbedaan sehingga akhirnya terbiasa menghargai perbedaaan. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk wadah, misalnya kelompok bermain, yang anggotanya berasal dari anak-anak yang latar belakangnya—termasuk suku—yang berbeda. Anggota dari kelompok bermain ini bisa saja berasal dari anak-anak yang di sekitar kompleks perumahan kita. Yang penting, ada komitmen bersama dari para orang tua.

Ketiga, setiap keluarga hendaknya membiasakan membangun tali silaturahmi dengan keluarga lain, misalnya yang berbeda suku bangsa atau agama. Anak-anak dapat diajak saling berkunjung pada saat hari raya keagaman. Anak-anak diberikan kesempatan saling mengucapkan selamat hari raya, misalnya via SMS atau email. Anak-anak perlu juga dimotivasi untuk menjalin sahabat pena dengan anak-anak dari daerah lain.

Keempat, sekolah atau pranata lain, misalnya desa/RT/RW, sewaktu-waktu perlu melaksanakan kegiatan yang dapat memupuk tali persahabatan dan rasa kebangsaan bagi anak-anak. Kegiatan ini misalnya dapat dilakukan untuk menyambut perayaan Hari Pahlawan. Aktivitas yang dipilih misalnya lomba-lomba yang bersifat rekreatif dan memerlukan kerjasama atau kekompakan. ***

Oleh: I Made Wardita, S.Pd

Guru SMAN 1 Selemadeg

Jl. Gelogor Bajera, Selemadeg, Tabanan

No comments:

Who's The Visitor