About Me

My photo
Asal: Kelecung City,Tegalmengkeb Square, Selemadeg Timur, Kab. Tabanan-Bali " Do the best and God will do the rest"

Thursday, February 7, 2008

UJI SERTIFIKASI: PELUANG DAN TANTANGAN BAGI GURU

Oleh: I Made Wardita, S.Pd

Guru SMAN 1 Selemadeg, Tabanan, Bali.

Uji sertifikasi guru adalah kebijakan yang cukup tepat untuk meningkatkan mutu guru dan mutu pendidikan kita. Dengan diterapkannya uji sertifikasi, diharapkan muncul implikasi yang positif terhadap guru dalam membangun kompetensinya. Jika guru telah tumbuh motivasinya untuk membangun atau meningkatkan kompetensinya, diyakini guru akan semakin berkualitas. Hal ini tentu berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan kita.

Di samping itu, sertifikasi merupakan salah satu upaya untuk mensinergikan peningkatan anggaran (alokasi dana) untuk kesejahteraan guru dengan peningkatan kualitas guru. Sebab, menaikkan gaji guru begitu saja seperti yang telah dilakukan tahun-tahun terdahulu belum sepenuhnya efektif jika dikaitkan dengan tujuan meningkatkan kualitas guru. Menaikkan gaji guru tanpa menerapkan sistem uji kompetensi tidak akan memacu guru untuk mengubah paradigmanya, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dirinya.

Guru yang berkualitas layak memperoleh kesejahteraan yang memadai, bahkan melebihi rekan-rekannya. Mereka layak memperoleh prestise atas prestasinya tersebut. Dengan kata lain, rupanya pemerintah ingin menerapkan sistem penghargaan yang bersifat kompetitif dan proporsional. Apabila guru ingin memperoleh hak (gaji) yang lebih besar, mau tidak mau guru harus meningkatkan keempat kompetensinya secara berkelanjutan. Dan, guru yang berhasil memenangkan persaingan—memperoleh sertifikat uji kompetensi—adalah guru-guru yang terbiasa melakukan aktivitas ilmiah yang bersentuhan dengan pengembangan kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Menurut Peraturan Mendiknas No. 18/2007, uji kompetensi (sertifikasi) guru dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru selama perjalanan kariernya. Guru yang terbiasa melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional secara berkelanjutan tidak akan mengalami hambatan dalam mengikuti sistem penilaian portofolio.

Dalam instrumen portofolio ada sepuluh aspek yang dinilai, yaitu: (a) kualifikasi akademik; (b) pendidikan dan pelatihan; (c) pengalaman mengajar; (d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; (e) penilaian dari atasan dan pengawas; (f) prestasi akademik; (g) karya pengembangan profesi; (h) keikutsertaan dalam forum ilmiah; (i) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan seosial; dan (j) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Hambatan

Dari semua aspek tersebut, butir prestasi akademik dan karya pengembangan profesi merupakan variabel yang paling sulit dipenuhi oleh guru. Pertama, prestasi akademik dan karya pengembangan profesi berkorelasi erat dengan minat dan kemampuan seorang guru dalam menekuni aktivitas baca-tulis bernalar. Guru yang terbiasa mengikuti kompetisi ilmiah misalnya mengikuti lomba karya ilmiah guru, lomba inovasi pembelajaran, atau lomba kreativitas guru akan memiliki cukup banyak nilai prestasi akademik. Guru yang memiliki minat yang tinggi menulis artikel di media massa, melakukan penelitian tindakan kelas, menulis modul/diktat, membuat media pembelajaran, atau menerjemahkan buku, diyakini akan memiliki nilai yang cukup banyak dalam aspek pengembangan profesi. Masalahnya, belum banyak guru yang terbiasa bergelut dengan aktivitas ilmiah tersebut.

Kedua, awalnya cukup banyak guru yang memiliki minat untuk menekuni aktivitas ilmiah—mencari prestasi akademik dan melakukan kegiataan pengembangan profesi—tetapi akhirnya terputus di tengah jalan karena berhadapan dengan sejumlah kendala seperti keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan akses untuk menambah wawasan intelektualnya.

Ketiga, guru sering berhadapan dengan iklim yang kurang kondusif untuk membangkitkan aktivitas ilmiahnya. Di institusi pendidikan kita saat ini belum sepenuhnya berkembang iklim masyarakat belajar (learning culture). Padahal, learning culture dapat memacu berseminya ide-ide kreatif guru untuk meraih prestasi akademik dan pengembangan profesi.

Keempat, guru-guru yang berhasil meraih prestasi akademik dan pengembangan profesi terkadang belum mendapatkan penghargaan yang proporsional dalam kariernya. Saat ini belum semua orang terbiasa melihat pancaran prestise seorang guru dari aspek ini. Guru justru dianggap lebih berprestise apabila sukses mengembangkan usaha/bisnis di luar jam kerjanya.

Solusi: Forum Ilmiah Guru

Guru dituntut menekuni kegiatan pengembangan profesi dan meraih prestasi akademik sebenarnya sudah digulirkan pemerintah sejak diberlakukannya Kep Menpan No. 84/1993 tentang Sistem Kenaikan Pangkat Guru Berdasarkan Angka Kredit. Sehingga, guru yang terbiasa menekuni aktivitas ilmiah tersebut telah terbukti mampu naik pangkat/jabatan sampai Guru Pembina Tingkat I IV/b ke atas. Hanya saja sampai saat ini hanya sebagian kecil guru yang berhasil mencapai jenjang pangkat tersebut. Beranalogi dengan hal tersebut, diprediksikan bahwa guru akan menghadapi realitas yang sama dalam mengikuti sistem uji sertifikasi.

Memang, dalam pasal 2 Kep Mendiknas No. 18/ 2007 dinyatakan bahwa guru yang tidak lulus penilaian protofolio diberikan kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus; atau atau diberikan diklat profesi guru yang diakhiri dengan ujian. Apabila dalam diklat pertama belum lulus, diberikan diklat kedua. Tetapi, mengingat jumlah guru yang menunggu giliran uji sertifikasi cukup besar, peluang untuk mengikuti diklat sertifikasi menjadi sangat kecil dan sangat lama waktu tunggunya.

Guru hendaknya memaknai uji sertifikasi sebagai peluang sekaligus tantangan untuk maju. Dengan demikian, guru seyogyanya menyambutnya dengan jurus yang tepat. Pembentukan forum ilmiah guru adalah salah satu alternatif solusinya.

Forum ilmiah guru merupakan wadah bagi berseminya aktivitas ilmiah guru. Dalam forum ini guru dapat membangkitkan kepekaan ilmiahnya, meningkatkan wawasan keilmuannya, dan menyalakan obor kreativitas serta inovasinya sehingga dapat meraih prestasi akademik dan menghasilkan karya pengembangan profesi guru.

Forum ilmiah guru adalah sebuah media informasi, komunikasi, dan kreasi guru dalam meningkatkan kompetensinya.

Guru yang telah berhasil membentuk forum ilmiah, misalnya di kabupaten/kota, akan lebih mudah melaksanakan aktivitas ilmiah yang bersifat implementatif seperti: (1) melaksanakan diklat atau workshop yang mendatangkan guru-guru berprestasi sebagai narasumber; (2) Melaksanakan bedah karya pengembangan profesi, misalnya bedah PTK atau artikel, secara berkelanjutan; (3) Menerbitkan jurnal ilmiah guru; dan (4) Saling bertukar informasi berkenaan dengan lomba-lomba karya ilmiah guru yang informasinya diakses dari berbagai sumber. ***

No comments:

Who's The Visitor